Mengukur Integritas Dendeng Batokok

Sebagai seorang analis dendeng batokok profesional, sudah menjadi kegiatan sehari-sehari bagiku untuk mengecek level kelunakan sepotong daging. Dendeng batokok yang tergolong karya adiluhung adalah dendeng batokok yang masih memberi perlawanan saat dikunyah, namun resistensinya tak terlalu liat yang membuatnya masih bisa lumat oleh gigi. Kadar kebasahannya juga unsur yang penting untuk diperhatikan karena jika kurang basah, maka pelanggan akan komplain dan mengatakan bahwa mereka tidak memesan dendeng kering yang kerontang seperti musim kemarau.

Ketika dulu aku memutuskan untuk mengambil konsentrasi dendeng batokok, sebenarnya itu hanya karena nilaiku tak cukup bagus dalam mata kuliah Densitas Rendang Lanjutan. Nilaiku waktu itu hanya C, sementara prasyarat untuk mengambil spesialisasi rendang yang selalu favorit itu mengharuskan nilai B +.

Awalnya ku pikir, "Ah dendeng, kurang bergengsi. Mau jadi apa kalau lulus nanti?". Kawan-kawan coba menghibur bahwa walau dendeng bukanlah pilihan yang top of the mind ketika orang masuk ke restoran Padang, dendeng tetap punya penggemar fanatik tersendiri.

"Pasar lo mungkin gak segede rendang yang udah masuk CNN itu, tapi niche-nya jelas dan loyal. Lo gak bakal nganggur pasti," seorang rekan coba menghiburku.

Niatku dulu adalah menyelesaikan dulu jurusan dendeng konsentrasi batokok dengan nilai memuaskan, lalu kemudian mencoba kembali usai lulus untuk masuk lagi ke jurusan rendang. Kalau sudah obsesi, semua pasti diusahakan. Aku tumbuh besar mendengar bagaimana rendang dipuja-puja. Rendang adalah hal yang paling ikonik dari kuliner Padang, seperti halnya sushi dari kuliner Jepang dan rasa hambar dari kuliner Inggris.

Orangtuaku terus mendengungkan betapa bergengsinya ahli rendang. Zaman pembangunan dulu, ahli rendang sama terhormatnya dengan dokter dan insinyur. Keluargaku dipenuhi analis rendang profesional. Bibit-bibit terbaik dari garis keturunan leluhurku menjadi pakar rendang terkemuka. Mereka yang tak diberkahi dengan talenta dari Tuhan sebagai ahli rendang tapi ulet dan telaten kebanyakan memilih jalur gulai kepala ikan yang lebih berseni atau jurusan ayam pop. Sementara mereka yang kemampuan intelegensianya tak secemerlang rata-rata anggota keluarga kami yang lain semuanya mendaftar kuliah ilmu komunikasi.

Namun lama-lama aku jatuh cinta juga pada dendeng batokok dan mulai belajar mengapresiasi makanan ini. Witing tresno apalah itu kalau kata orang Jawa. Momen paling vital bagiku dalam menentukan karir adalah ketika pada suatu malam aku bermimpi dihampiri oleh cabai-cabai keriting yang mengingatkanku bahwa salah satu keinginan mereka yang mulia adalah mati syahid dan dimasak bersama-sama dengan daging dendeng. Saat aku mencoba untuk berdialog dengan mereka dan bertanya mengapa bukan rendang, mereka menjawab bahwa saat mereka syahid nanti, jasad mereka lebih jelas terlihat pada dendeng dibanding tenggelam dalam lautan santan-nya rendang. Betul juga, pikirku.

Sekarang sudah banyak analis dendeng batokok profesional, tapi ketika dulu aku memulai karir, hanya ada 1 orang lagi selainku yang memang spesialis di bidang ini. Orang tersebut juga kawan karibku, tapi kemudian ia punya affair rahasia dengan daging wagyu, sehingga fokus dan perhatiannya terpecah dan membuat karirnya mandek. Sekarang, akulah analis dendeng batokok nomor satu di negeri ini.

Breakthrough dalam karirku datang ketika secara spektakuler aku membongkar sebuah kasus yang dijuluki media internasional sebagai Sub-Prime Dendeng-Gate. Aku tak perlu capek-capek menjelaskan lagi apa yang terjadi dalam kasus itu karena semua media nasional sudah memuatnya (Sekadar pengingat, TIME bahkan membuat satu edisi khusus dengan karikatur diriku mengenakan baju Sherlock berdiri di atas tumpukan dendeng terpampang di cover-nya), tapi karena krisis ekonomi, memang banyak pelaku bisnis restoran Padang yang coba tipu menipu untuk mengikis ongkos. Modus operandinya standar, mereka menukar daging dendeng berharga premium dengan daging kualitas rendah yang membuatnya kenyal seperti karet dan tak bisa dimakan. Tugasku adalah membantu aparat hukum untuk menangkap para penipu ini.

Sebagai analis dendeng nomor wahid, jasaku paling sering dipakai oleh auditor-auditor restoran Padang terkemuka. Dalam 3 tahun terakhir aku adalah konsultan senior bagi Chaniago & Sons, sebelum mereka dilanda skandal suap yang membuat izin usaha mereka dicabut. Karena skandal tersebut menyangkut penilaian terhadap standar kekentalan gulai otak, aku tak terkena imbasnya dan namaku tetap bersih.

Aku tak kesulitan untuk mencari pekerjaan baru karena aku adalah yang terbaik di bidangku, namun selepas dari Chaniago, aku memutuskan untuk freelance saja sementara. Kebanyakan aku membantu firma-firma audit restoran Padang yang masih baru. Mereka senang karena bisa dapat bantuan dari analis dendeng terkenal sepertiku, sementara aku juga gembira karena beban kerjanya tak begitu berat sementara mereka membayarku mahal. Di dunia ini memang reputasi penting sekali. Para pemula ini juga tak akan tahu seandainya aku kerja ogah-ogahan, tapi aku tak sejahat itu.

Karena popularitasku, beberapa kali aku diminta untuk melakukan pekerjaan yang tak ada hubungannya dengan profesi asliku. Contohnya aku pernah diajak jadi bintang iklan obat kuat (besar kemungkinan karena pekerjaanku berhubungan dengan lunak-kerasnya daging). Dengan berbagai pertimbangan, aku terpaksa menolak tawaran tersebut. Aku tak ingin keluargaku yang sarat ahli rendang terhormat dan menjunjung tinggi adat ketimuran itu malu di depan umum. Pada kesempatan lain aku ditawari jadi model untuk iklan produk sosis yang juga aku tolak simply because it tasted like shit.

Tapi aku belum pernah mendapat tawaran pekerjaan seabsurd yang baru saja aku tuntaskan beberapa jam yang lalu. Sekitar 2 bulan yang lalu, aku mendapat telepon dari seorang kawan lama yang sekarang bekerja di bidang pariwisata. Ia bilang bahwa tahun ini ia mengurus kontes Putri Indonesia dan ia menanyakan apa aku bersedia jadi salah satu juri.

"Loh, kenapa saya? Memang kompetensi saya apa jadi juri di kontes kecantikan?"

"Kan anda analis dendeng batokok terkemuka yang dimiliki negeri ini....."

"Lalu?"

"Kami ingin agar anda menjadi juri untuk mengukur seberapa keras mental dan kepribadian para kontestan ini"

"Anda jangan bercanda"

"Ini tawaran serius, Pak. Bertahun-tahun kami mendapatkan pemenang yang elok parasnya dan semlohai tubuhnya, namun mental dan integritasnya ternyata payah. Kami tak mau kecolongan lagi. Kami benar-benar ingin Putri Indonesia tahun ini punya kepribadian dan integritas yang kokoh".

Tawaran tersebut terdengar gila. Sangat gila. Tapi karena aku penasaran, dan rasanya keluargaku yang ahli rendang itu tak akan keberatan, aku menerima tawaran menjadi juri dalam kontes Putri Indonesia.

Aku mendapatkan arahan dari panitia bahwa sebagai juri aku berhak memberikan pertanyaan pada malam grand final kepada para kontestan yang masuk 15 besar. Aku bebas bertanya apa saja selama jawabannya bisa dipakai untuk mengukur tingkat kekerasan atau kelunakan kepribadian mereka.
Ini tricky dan belum pernah aku lakukan sebelumnya. Biasanya dalam mengukur kelunakan dendeng, aku memencet lalu merobeknya dengan tangan, kemudian mengunyahnya. Dalam konteks kontes kecantikan ini, rasanya aku tak diperkenankan untuk memencet apalagi mengunyah para kontestan. Jadi aku harus memikirkan cara untuk menerjemahkan metode pengukuran dendeng dalam bentuk pertanyaan verbal.

Maka tadi aku duduk di meja juri dalam malam penganugerahan Putri Indonesia dengan daftar pertanyaan yang sudah aku desain sedemikian rupa agar bisa menangkap jelas bagaimana tingkat kepadatan para penjawabnya.

Lima belas putri-putri terbaik bangsa berdiri di depanku dalam balutan baju adat yang semuanya seragam. Mereka mewakili provinsi masing-masing, tapi setelah aku menyadari bahwa tak semuanya benar-benar berasal dari provinsi tersebut (sebagai contoh, seorang kontestan perwakilan dari provinsi di Sulawesi, yang aku lupa tepatnya provinsi apa, tidak berasal dari provinsi tersebut dan tak pernah tinggal di sana. Ia bahkan tak punya hubungan apa-apa dengan daerah tersebut. Jadilah ia mewakili provinsi tersebut hanya sebagai perwakilan profesional layaknya pemain sepak bola), aku lebih suka untuk membedakan mereka berdasarkan nomor urut mereka dalam menjawab pertanyaanku.

Jawaban paling mengesankan diberikan oleh kontestan nomor 4. Ketika aku bertanya, "seberapa penting arti keperawanan bagimu?", ia memberi jawaban klasik, "Nobody dies a virgin because life fucks us all". Aku langsung melakukan standing ovation dan memberikan nilai tertinggi padanya.

Kontestan yang paling mengesankan nomor dua adalah kontestan nomor 11. Pertanyaanku sederhana, "Apakah anda seorang kreasionis atau evolusionis?". Kontestan tersebut menjawab, "Saya seorang oportunis. Jawaban saya terhadap pertanyaan bapak tergantung apakah bapak penggemar Richard Dawkins atau pecinta Tuhan yang Maha Esa?"

Hanya dua kontestan tersebut yang lolos ujian pertanyaanku dan aku memberi rekomendasi kepada dewan juri yang lain untuk memilih mereka sebagai Putri Indonesia tahun ini karena terbukti memiliki kepribadian dan integritas yang keras.

Jawaban kontestan rata-rata membosankan. Ada yang menjawab, "Kita harus mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan rakyat". Yang lain mengatakan, "Jika rakyat menghendaki, saya akan maju sebagai....". Jawaban-jawaban ini monoton dan menggambarkan betapa lunaknya kepribadian yang mereka miliki. Aku bahkan tak perlu bilang apa pertanyaannya karena pasti anda sudah tahu. Nilai paling rendah malam itu aku berikan kepada kontestan nomor 8 yang ketika aku tanyai seputar sejarah, tak bisa menjawab dan malah ngobrol ngalor ngidul di atas panggung, sebelum akhirnya bernyanyi dangdut untuk menyelamatkan dirinya.

Namun aku menduga bahwa kriteria penilaianku sepertinya tak disukai oleh anggota dewan juri yang lain karena dua kontestan yang aku beri nilai tertinggi bahkan tak terpilih masuk 3 besar. Aku memprotes kepada panitia dengan mengingatkan bahwa mereka ingin mencari pemenang dengan kepribadian kuat dan aku ada di sana untuk membantu mereka menemukan orang tersebut. Aku tak terima bahwa kontestan nomor 8 terpilih sebagai pemenang.

Kawanku yang mengundang untuk masuk dalam dewan juri memohon maaf kepadaku dan mengatakan karena beberapa hal yang tak bisa ia kemukakan dengan spesifik (ia hanya bilang, ya tahu sendirilah. Politik...), maka dua kontestan favoritku tak bisa dimenangkan. Sebagai gantinya ia mengatakan bahwa khusus tahun ini akan ada penghargaan khusus untuk kategori kepribadian yang keras dan akan dinamai Putri Dendeng Indonesia. Aku menampiknya. Aku tak mau integritasku sebagai analis dendeng profesional tercoreng karena turut serta dalam proses yang tak transparan ini.

Ketika aku pulang ke rumah, aku mendapat telepon dari keluargaku yang sarat ahli rendang itu. Mereka bilang bahwa aku telah membuat mereka bangga malam itu. Aku hanya mengucapkan terima kasih dengan lirih dan kesal, tapi aku menjaga intonasiku agar tak terdengar demikian. Mereka bertanya apa aku mau datang besok ke acara tahunan Dewan Rendang Indonesia di mana hampir seluruh anggota keluargaku yang tak kurang intelegensianya terdaftar sebagai anggota.

Aku bilang mungkin, sebelumnya akhirnya aku menutup telepon. Aku kesal sekali dan ingin segera tidur, tapi mungkin aku perlu minum sedikit alkohol dulu agar segera bisa terlelap. Aku butuh hiburan. Diam-diam aku berharap malam ini cabai-cabai yang mati syahid akan mendatangiku lagi dalam mimpi.